Amnesty: Terduga Pendukung Kudeta Turki Disiksa di Tahanan

Jakarta – Ribuan perwira militer yang ditangkap atas tuduhan mendukung percobaan kudeta di Turki pada pertengahan Juli lalu dilaporkan menerima berbagai penyiksaan dan pelecehan di dalam tahanan. Sejumlah saksi mata yang diwawancarai oleh kelompok pemerhati HAM, Amnesty Internasional, menyatakan terduga pendukung kudeta dipukuli, diperkosa, tidak diberi makanan dan air serta tidak diberikan pendampingan pengacara selama beberapa hari.

Menurut laporan Amnesty yang dikutip CNN pada Selasa (26/7), para tahanan yang tengah menunggu persidangan dipukuli dan disiksa di pusat-pusat penampungan resmi dan tidak resmi di Istanbul dan Ankara sejak upaya kudeta oleh sebagian faksi militer gagal pada 15 Juli lalu.

Dalam menyusun laporan ini, Amnesty mewawancarai sejumlah saksi mata, pengacara tahanan, dokter, dan para petugas yang bertanggung jawab di salah satu pusat penahanan di Ankara.

“Rincian mengerikan yang berhasil kami dokumentasikan hanyalah sebagian gambaran dari pelanggaran yang terjadi di tempat-tempat penahanan,” kata John Dalhuisen, direktur Amnesty Internasional untuk wilayah Eropa, dalam penyataannya pada Minggu (24/7).

Amnesty melaporkan lebih dari 9.000 personel militer ditahan, meski sekitar 1.200 tentara akhirnya dibebaskan. Banyak tahanan yang ditempatkan di pusat-pusat penampungan tak resmi, seperti gedung olahraga di markas polisi Ankara dan sejumlah kandang kuda di beberapa klub berkuda di kota ini.

Pemerkosaan dan pemukulan

Para tahanan menyatakan mereka menyaksikan sendiri para polisi memperkosa perwira senior militer dengan tongkat atau jari, menurut dua pengacara di Ankara.

Selain itu, seseorang yang pernah bertugas di markas polisi Ankara mengaku melihat tahanan dipukuli hingga tak sadarkan diri dan terdapat luka bengkak besar di kepalanya. Polisi juga tak memberikan perawatan medis kepadanya.

“Biarkan dia mati. Kami akan melapor bahwa dia ditemukan sudah mati,” kata seorang saksi amta mengutip perkataan seorang dokter polisi kepada Amnesty.

Menurut laporan sumber lainnya, sekitar 800 tentara laki-laki ditahan di gedung olahraga markas polisi di Ankara, sekitar 300 di antaranya menunjukkan tanda-tanda telah dipukuli, karena ditemukan memar, luka ataupun patah tulang.

Sekitar 40 di antaranya bahkan tidak bisa berjalan, dan seorang wanita yang ditahan secara terpisah dari tahanan pria, terdapat memar di wajah dan tubuhnya.

Para tahanan dibawa oleh jaksa untuk diinterogasi dengan baju mereka berlumuran darah, menurut laporan sejumlah pengacara.

Sumber lainnya juga menyebutkan banyak tahanan yang diborgol di belakang punggung mereka dengan ikatan plastik dan dipaksa untuk berlutut selama berjam-jam.

Para tahanan juga menyatakan polisi tidak memberi mereka makanan hingga tiga hari dan air untuk minum selama dua hari.

Lebih dari 10 pengacara diwawancarai oleh Amnesty menyatakan sebagian besar klien mereka ditahan selama setidaknya empat hari sebelum dijatuhkan dakwaan. Dalam beberapa kasus, para tahanan ditahan tanpa diperbolehkan berbicara dengan keluarganya dan tanpa mendapat pendampingan pengacara sebelum persidangan.

Hak pengadilan yang adil

Dalam sebagian besar kasus, baik klien maupun pengacara tidak diberitahu dakwaan yang dijatuhkan kepada mereka.

“Ini adalah pelanggaran berat atas hak pengadilan yang adil yang tercantum dalam hukum nasional Turki dan hukum internasional,” kata Dalhuisen.

“Dalam sebagian besar kasus, (pengacara) menyatakan bahwa tidak ada bukti yang menunjukkan kecurigaan soal tindakan kriminal yang dilakukan tersangka selama sidang mendengarkan dakwaan. Dan para pengacara mengungkapkan bahwa hakim memerintahkan seluruh tentara yang meninggalkan barak mereka pada malam kudeta untuk ditahan, apapun alasan mereka,” bunyi laporan Amnesty.

Menteri Kehakiman Turki Bekir Bozdag membantah tuduhan tersebut, dan balik menuduh berbagai sumber Amnesty berbohong dan termasuk dalam gerakan di balik upaya kudeta.

“Tidak ada seorang pun yang disiksa atau mengalami penyiksaan selama atau setelah mereka ditahan,” ujarnya, dikutip dari CNN.

“Tuduhan penyiksaan dan perlakuan buruk yang tidak berdasar,” Ijar Bozdag, sembari menuduh mereka pendukung Fethullah Gulen, ulama yang disebut mendalangi kudeta.

Amnesty Internasional mendesak Komite Pencegahan Penyiksaan Eropa untuk mengirimkan perwakilan dan menginvestigasi lebih lanjut laporan soal kondisi para tahanan ini.

Berdasarkan keputusan presiden Recep Tayyip Erdogan yang dikeluarkan menyusul kudeta, terduga pendukung kudeta dapat ditahan selama 30 hari tanpa dikenakan dakwaan.

Selain itu, pemerintah diperbolehkan mendengarkan semua percakapan para tahanan dengan pengacara mereka.

Sejak pekan lalu, Erdogan sendiri sudah mengumumkan situasi darurat selama tiga bulan ke depan, dalam upaya untuk menangkapi terduga kudeta.

Selain penangkapan militer, pemerintah Turki juga telah menangkap ribuan jajaran peradila, akademisi, dan pengawai negeri sipil yang diduga terkait dengan Gulen.


Pekan lalu, Turki juga sudah mengajukan permintaan secara resmi kepada Amerika Serikat untuk mengektradisi Gulen, yang kini tinggal dalam pengasingan di Pennsylvania, AS. Pakar menilai proses ekstradisi bisa memakan waktu bertahun-tahun. (CNNIndonesia.com)










Previous
Next Post »

Jadilah yang pertama berkomentar di bawah ini ConversionConversion EmoticonEmoticon