Jakarta – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berharap bisa menentukan nasib ekspor konsentrat PT Freeport Indoneisa sebelum akhir tahun ini, seiring mulai berlakunya Peraturan Menteri (Permen) ESDM No 1 Tahun 2014 yang melarang pelaksanaan ekspor konsentrat terhitung 1 Januari 2017.
Menteri ESDM Sudirman Said mengatakan, pembahasan izin ekspor Freeport akan kembali didiskusikan setelah revisi Undang-Undang Mineral dan Batubara (Minerba) selesai, yang rencananya akan dirampungkan pada tahun ini. Apabila selesai, nantinya diharapkan ada payung hukum yang kuat yang mendasari izin ekspor Freeport.
“Kami harap, setelah tahun 2017, sudah ada kepastian politis ke depan terkait izin konsentrat Freeport,” tutur Sudirman ditemui di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Selasa (26/7).
Akibat hal tersebut, Kementerian ESDM juga belum memastikan pemberian rekomendasi perpanjangan izin ekspor Freeport, meskipun Surat Persetujuan Ekspor (SPE) perusahaan memiliki periode enam bulan dan akan berakhir pada awal Agustus mendatang. Pasalnya, jika perpanjangan izin ekspor diberikan, perizinan itu berlaku sampai Februari 2017 yang sudah pasti akan melanggar Permen ESDM No 1 Tahun 2014.
Di samping itu, ia juga masih melihat kesungguhan perusahaan dalam merampungkan smelter yang dijanjikan di Gresik, Jawa Timur. Ini merupakan syarat perpanjangan ekspor Freeport dan sesuai dengan pasal 9 Permen ESDM No 11 Tahun 2014 yang menyebut pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Kontrak Karya (KK) harus membangun fasilitas pemurnian di dalam negeri dan harus menempatkan jaminan kesungguhan pembangunan smelter untuk mendapat rekomendasi ekspor.
Namun, ia menilai, perkembangan pembangunan smelter tersebut juga masih terlambat karena beberapa faktor, di antaranya harga tembaga yang sedang menurun dan juga hasil produksi yang semakin menurun.
“Karena, smelter perluasan Gresik itu hanya feasible kalau pasokan bahan mentah ada. Pasokan bahan mentah ada kalau tambang bawah tanah dibangun. Karena, cadangan yang di atas tanah sudah mau habis. Tambang bawah tanah dibangun kalau sudah ada kepastian masa depan mereka. Ini kan satu rangkaian yang mesti dipahami masyarakat,” terang Sudirman.
Sebagai informasi, izin ekspor konsentrat Freeport terakhir diberikan pada Februari 2016 dan dikenakan bea keluar sebesar 5 persen karena realisai pembangunan smelter masih sebesar 14 persen. Ketentuan itu tercantum di dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 153 Tahun 2014, mengingat progress smelter baru mencapai 7,5 hingga 30 persen. (CNNIndonesia.com)
Jadilah yang pertama berkomentar di bawah ini ConversionConversion EmoticonEmoticon