Jakarta – Wakil Buta Besar Pakistan untuk Indonesia, Syed Zahid Raza, akan menemui Wakil Presiden Jusuf Kalla, Kamis (28/7). Kunjungan itu berkaitan dengan lobi penundaan eksekusi mati terhadap warga Pakistan, Zulfiqar Ali.
Rencana pertemuan itu diutarakan kuasa hukum Zulfiqar, Saut Edward Rajagukguk. “Duta besar Pakistan hari ini akan bertemu wakil presiden untuk memohon supaya eksekusi ditunda,” ucapnya.
Selasa lalu, kepada media massa, Syed sebagai kuasa usaha (charge d’affaires) Kedutaan Besar Pakistan mengaku diundang bertemu pejabar Kejaksaan Agung. Syed diberitahu, eksekusi mati terhadap Zulfiqar akan dilakukan Jum’at besok.
Diberitakan sebelumnya, Penasihat Perdana Menteri Pakistan, Sartaj Azis, yang berda di di Laos untuk menghadiri Forum Regional ASEAN, juga berupaya untuk mengangkat isu ini dalam pertemuan bilateral dengan Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi.
Situs Dawn, Selasa lalu, menyebut kementerian luar negeri Pakistan memanggil duta besar Indonesia di Islamabad untuk menyampaikan kekhawatiran terkait rencana eksekusi mati Ali.
Diluar rencana pertemuan Syed dengan Kalla, Saut berkata akan mengajukan draf grasi ke Pengadilan Negeri Tangerang dan Sekretariat Negara hari ini. “Saya sedang mendaftarkan grasi. Dua tujuan langsung,” ujarnya.
Di sisi lain, Jaksa Agung Muhammad Prasetyo menyatakan para terpidana mati yang masuk daftar eksekusi sudah tidak bisa lagi mengajukan grasi.
Menurut Prasetyo, hak hukum itu dapat digunakan paling lambat setahun setelah putusan berkekuatan hukum tetap diperoleh terpidana.
“Grasi sudah lewat waktu,” ucapnya di kompleks Istana Kepresidenan, jakarta, kemarin (27/7).
Sebelumnya, Saut menuding proses hukum terhadap kliennya tidak adil (unfair trial). Proses itu, kata dia, terjadi sejak pengusutan perkara narkotik itu dilakukan tahun 2004.
Senin lalu, Zulfiqar telah dipindahkan dari Rumah Sakit Umum Daerah Cilacap ke Lembaga Pemasyarakatan Nusakambang. Selama ini, ia dipenjara di Lapas Batu, Malang, Jawa Timur.
Zulfiqar ditangkap di rumahnya di kawasan Ciampea, Bogor, 22 November 2004. Penangkapan dilakukan atas pengembangan penangkapan seorang warga negara India Gurdip Singh pada 29 Agustus 2004.
Ia disebut harus bertanggungjawab atas keberadaan narkotik jenis herois seberat 300 gram yang ditemukan Kepolisian Resor bandara Soekarno-Hatta ketika dibawa Gurdip Singh. Usai ditangkap, Singh mengaku ia membawa herois menuju Malang atas perintah Ali.
Berbekal pengakuan tersebut, polisi pun bergerak untuk menangkap Ali. Saat penangkapan dilakukan, polisi disebut tak menemukan satu pun barang bukti narkotik dari kediaman Ali dan istrinya. (CNNIndonesia.com)
Jadilah yang pertama berkomentar di bawah ini ConversionConversion EmoticonEmoticon