Mengingat Kembali ‘Insting’ Sri Mulyani di Kasus Century

Jakarta – Presiden Joko Widodo mengangkat Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan untuk menggantikan Bambang Brodjonegoro pada 27 Juli 2016.

Kehadiran Sri Mulyani kembali mengingatkan mega skandal kasus dugaan korupsi yang belum tuntas, yaitu dugaan korupsi perkara pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan penetapan PT Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.

Sri Mulyani yang saat itu menjabat sebagai Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) memiliki peran penting dalam penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik yang diduga merugikan keuangan negara triliunan rupiah.

Dalam pemeriksaan pada 30 April dan 1 Mei 2013 di Kantor Kedutaan Besar Republik Indonesia, Washington, Amerika Serikat, Sri Mulyani menjelaskan alasannya menyetujui untuk menetapkan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.

Sri Mulyani bertutur, saat rapat konsultasi KSSK pada 24 November 2008 di ruang rapat Menteri Keuangan yang dihadiri oleh Gubernur BI, Sekretaris KSSK, para Deputi Gubernur BI, Sekretaris Jenderal Departemen Keuangan, Kepala BKF, Dirjen Pengelolaan Utang, Ketua Bapepam dan lembaga keuangan, Ketua Dewan Komisioner LPS, Kepala Eksekutif LPS dan UKP3R, Sri Mulyani mengatakan bahwa data dari BI belum memuaskan.

Ia pun meminta otoritas pengawas bank di BI untuk membuat pernyataan pertanggungjawaban profesional atas keputusan penanganan Bank Century, termasuk penjelasan lolosnya sejumlah Accural dari pengawasan intensif. Hal itu disebabkan karena dalam beberapa hari, rasio kecukupan modal (CAR) Bank Century dari minus 2 persen menjadi minus 35,93 persen.

“Kasus Bank Century menjadi pelajaran bagi KSSK untuk memastikan data/informasi yang masuk KSSK harus benar-benar reliable,” kata Sri Mulyani (28/7).

Data tersebut adalah yang diserahkan oleh Boediono di rapat KSSK 20 November 2008. Boediono yang kala itu menjadi Gubernur BI menyampaikan rekomendasi penanganan permasalahan Bank Century yang mengalami masalah solvabilitas dan ditengarai berdampak sistemik.

Boediono juga memberikan dokumen yang berkaitan dengan data tingkat sistemik Bank Century, serta perkiraan jumlah kebutuhan tambahan modal untuk memenuhi tingkat solvabilitas dan tingkat likuiditas. Berdasarkan data itu, untuk mencapai CAR 8 persen membutuhkan Rp 632 miliar.

Dalam rapat keesokan harinya, Boediono menyampaikan bahwa Bank Century telah dinyatakan oleh BI sebagai bank gagal dan ditengarai berdampak sistemik. Boediono juga merekomendasikan agar KSSK menetapkan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik serta meyerahkan penanganan bank tersebut oleh LPS.

“BI tidak menyampaikan apa penyebab dari Bank Century mengalami permasalahan, titik berat pertemuan adalah penetapan apakah Bank Century yang gagal akan berdampak sistemik,” kata Mulyani.

Menurutnya, BI menggunakan pedoman dan metode tentang potensi sistemik dari European Central Bank. Terdapat lime kriteria ukuran analisis dampak sistemik yang dibuat oleh BI, yaitu apakah kalau ditutup mempengaruhi sistem keuangan, pasar keuangan, sistem pembayaran, sektor riil dan psikologis pasar.

Setelah mendapatkan penjelasan dari BI, kemudian diadakan kembali rapat pada malam harinya di Ruang Rapat Menkeu Gedung Djuanda I lantai 3, Jakarta.

Pertemuan itu dihadiri oleh seluruh pemangku kepentingan minus Wakil Presiden Jusuf Kalla. Kesimpulannya menetapkan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik. KSSK menetapkan penanganan Bank Century kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Kemudian, penyidik KPK bertanya pada Sri Mulyani berdasarkan risalah rapat yang mencatat adanya penentangan dari sejumlah peserta rapat terhadap analisis dampak sistemik yang disampaikan oleh BI. Sejumlah peserta rapat menentang karena analisis tersebut tidak didasari oleh data yang terukur, tapi mengapa KSSK tetap memutuskan menetapkan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik?

“Karena fokusnya adalah sistem perbankan kita dalam posisi rapuh, psikologisnya rapuh, tidak ada penjaminan. Kita tidak berani bertaruh untuk mengambil keputusan lainnya kecuali yang dianggap yakin tidak akan mengancam sistem keuangan, melalui jalur apapun. Jalur apapun pada saat itu dapat mempengaruhi sistem keuangan, apakah dari size, likuiditas atau dari psikologis. Dalam suasana yang seperti itu insting saya hanya bagaimana menyelamatkan sistem keuangan,” katanya.

Sri Mulyani akhirnya memutuskan sebuah kebijakan besar yang di kemudian hari dipersoalkan dan dianggap sebagai salah satu skandal keuangan terbesar di Indonesia. Akibat keputusannya, negara diduga mengalami kerugian triliunan rupiah karena ada dugaan penyelewengan dalam aliran dana bailout Rp 6,7 triliun.

Karena pelbagai tekanan politik, Sri Mulyani memutuskan mundur dari jabatannya sebagai Menteri Keuangan Kabinet Indonesia Bersatu Jilid 2 pada Mei 2010. Ia melanjutkan karirnya sebagai Direktur Pelaksanaan Bank Dunia.


Keputusan mundur Sri Mulyani kala itu dinilai sebagian kalangan sebagai upaya untuk menghindari proses hukum yang lebih jauh. Kini, Sri Mulyani kembali ke Tanah Air dan kembali mendapat kepercayaan sebagai Menteri Keuangan RI di bawah Presiden Joko Widodo. Selain persoalan pertumbuhan ekonomi, skandal Bank Century menjadi salah satu hal yang mengadang perjalanan Sri Mulyani ke depan. (CNNIndonesia.com)









Previous
Next Post »

Jadilah yang pertama berkomentar di bawah ini ConversionConversion EmoticonEmoticon