Korupsi Swasta, KPK Diminta Jerat Pengendali Utama Korporasi


Jakarta – Laboratorium Ilmu Ekonomi UGM meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjerat pengendali utama perusahaan dalam upaya pemidanaan korupsi di sektor swasta.

Peneliti Laboratorium Ilmu Ekonomi UGM Rimawan Pradiptyo mengungkapkan selama ini penjeratan terhadap korporasi belum diatur secara detail. Dengan adanya aturan soal penjeratan korporasi, kata dia, KPK diharapkan mampu menjerat pengendali utama perusahaan.

Diketahui, KPK bersama dengan Mahkamah Agung tengah membuat aturan soal menjerat pidana korupsi di sektor swasta. Lembaga antikorupsi itu menyatakan kolaborasi antara pengusaha dan penguasa mendominasi tindak pidana tersebut selama ini.

“KPK dapat menjerat pengendali utama perusahaan, yang biasanya tak kelihatan dalam struktur. Namun, dia adalah orang yang mendapatkan manfaat utama perusahaan,” kata Riamwan ketika dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (9/8).

Data Laboratorium Ilmu Ekonomi UGM menyatakan korupsi oleh politikus dan sektor swasta mencapai 1.420 terpidana selama 2001-2015. Lembaga itu menyatakan total nilai korupsi oleh politikus dan swasta mencapai Rp50,1 triliun dalam periode tersebut, sehingga pemberantasan korupsi di sektor swasta perlu direorientasi ulang.

Lemabaga itu juga menyatakan hukuman finansial terhadap pihak swasta justru lebih rendah dibandingkan dengan kerugian negara yang diakibatkan. Rimawan menuturkan hal yang perlu diatur lebih lanjut adalah soal tindak pidana korupsi yang dilakukan perusahan di Indonesia yang beroperasi di luar negeri.

Korupsi yang dilakukan sektor swasta dilihat dari pelbagai kasus macam kasus di sektor kehutanan. Di antaranya adalah perusahaan yang diduga terlibat dalam kasus pembakaran hutan.

Wakil Koodinator Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) Made Ali menegaskan KPK harus membuktikan dahulu soal penjeratan korporasi terkait dengan kasus dugaan korupsi di Riau. Dalam hal ini, sambungnya, adalah perusahaan yang diduga terlibat malalah izin dengna sejumlah kepala daerah, yakni bekas gubernur dan bupati saat provinsi itu dipimpin Rusli Zainal. Rusli divonis bersalah karena korupsi terkait dengan izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (UPHHKH-TH).

Dia menuturkan saat ini sejumlah kelompok sipil juga mengkaji indikasi korupsi berkaitan dengan perusahaan yang diduga terlibat dalam pembakaran hutan pada 2015 lalu. Diketahui, Polda Riau mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) atas 11 kasus perusahaan terkait dengan pembakaran hutan dan lahan Riau.


“Saat ini tengah dikaji indikasi korupsi yang melibatkan perusahaan dalam kebakaran hutan,” kata Made ketika dihubungi. “Namun, KPK harus bisa membuktikan lebih dahulu dapat menjerat perusahaan.”









Previous
Next Post »

Jadilah yang pertama berkomentar di bawah ini ConversionConversion EmoticonEmoticon