Jakarta – Di tengah kisruh sengketa dan masalah keamanan di sekitar Asia, terutama Asia Tenggara, Amerika Serikat hadir. Washington pun menyulut amarah China karena mengirimkan kapal perangnya ke daerah sengketa dengan dalih kebebasan berlayar sesuai dengan hukum internasional.
Aturan kebebasan berlayar tersebut tercantum dalam Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNCLOS). Namun sayangnya, AS bukan merupakan pihak yang ikut meratifikasi hukum tersebut.
Deputi Bidang Kedaulatan Maritim Kementerian Koordinator Maritim Republik Indonesia, Havas Oegroseno, pun mengimbau agar AS segera meratifikasi UNCLOS.
“Salah satu rekan kami di kawasan yang memegang peran penting, Amerika Serikat, saya pikir harus memulai proses untuk meratifikasi UNCLOS. Tidak mungkin kita membicarakan UNCLOS tanpa menjadi bagian di dalamnya,” ujar Havas dalam acara Simposium Internasional Asia di Jakarta, Senin (22/8).
Havas mengatakan bahwa sangat penting bagi AS untuk meratifikasi hukum laut karena mereka merupakan negara dengan pengaruh besar di kawasan.
Dengan meratifikasi UNCLOS, kata Havas, AS dapat menunjukkan komitmennya terhadap keamanan laut. Selain itu, kejelasan komitmen AS dalam masalah laut juga bisa dipertanggungjawabkan.
“Komitmen AS dalam proses masalah kelautan itu juga clear karena dia terikat dokumen hukum. Jika suatu negara bukan bagian dari konvensi hukum laut, jika dia melanggar, kan dia enggak bisa kita gugat. Namun, jika dia bagian dari konvensi hukum laut, jika dia enggak sesuai, ada suatu proses peradilan yang dibuat dalam hukum laut,” tutur Havas.
Lebih jauh, Havas menekankan bahwa kehadiran AS dan hubungannya dengan China kini merupakan salah satu hal fundamental yang memperngaruhi kemanan di kawasan.
Beberapa ahli, termasuk Graham Alison, terus berdebat mengenai China, AS, dan kepentingan masing-masing negara di kawasan ini. China seakan terus menolak peran AS di kawasan, sementara Washington menganggap Asia sebagai salah satu poros fokusnya saat ini.
Sementara itu, kepentingan negara-negara di kawasan sendiri juga berbeda, contohnya Filipina. Manila baru saja memenangkan Pengadilan Tetap Arbitrase yang membantah klaim Beijing atas 90 persen perairan Laut China Selatan. China dan Filipina menyatakan akan melakukan pembicaraan bilateral lanjutan guna membahas sengketa kedua negara.
Filipina sendiri merupakan sekutu dekat AS. Kedua negara ini bahkan sepakat untuk melakukan patroli bersama di LCS.
Sengketa di LCS ini juga melibatkan sejumlah negara lain di Asia Tenggara, yaitu Brunei Darussalam, Malaysia, dan Vietnam yang masing-masing juga memiliki kepentingan sendiri.
“Di kawasan Asia sendiri ada banyak kekuatan. Di Asia Tenggara, ada banyak pula sudut pandang dari setiap negara-negara ASEAN seperti ada beberapa yang menunjukkan posisinya dengan China dan Jepang, tapi hubungan antara China dan AS yang paling penting untuk diperhatikan,” kata Havas.
Jadilah yang pertama berkomentar di bawah ini ConversionConversion EmoticonEmoticon