Jakarta – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) meminta pemerintah melindungi pelapor kasus narkotik, terutama pelapor yang mengadu di posko “Bongkar Aparat” di Kantor KontraS.
Hal tersebut penting karena banyak pengadu yang tidak mau melanjutkan kasusnya lantaran takut dikriminalisasi oleh penegak hukum.
“Kami butuh jaminan dari negara bahwa pelapor dan saksi tidak akan dipidanakan,” ujar Kepala Divisi Advokasi Hak Sipil dan Politik KontraS Putri Kanesia di Kantor KontraS, Jakarta, Jumat (19/8) seperti dilansir dari Antara.
Posko Darurat “Bongkar Aparat” didirikan setelah terkuaknya pengakuan terpidana mati kasus narkotik Fredi Budiman kepada Koordinator KontraS Haris Azhar. Dalam pengakuannya Fredi mengungkapkan ada pejabat dari BNN, TNI, dan Polri yang terlibat dan mengambil keuntungan ratusan miliar rupiah dari bisnis narkotika.
Haris Azhar kemudian menuliskannya dalam sebuah artikel, mengunggahnya dan merebak di media sosial. Atas tulisan itu, Haris Azhar dilaporkan oleh BNN, Polri, dan TNI ke Bareskrim Polri dengan sangkaan melanggar Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Sejak berdiri 4 Agustus 2016. Posko Darurat “Bongkar Aparat” telah menerima total 45 pengaduan. Pengaduan terbanyak adalah mengenai dugaan keterlibatan aparat dalam kasus narkotik.
“Dari 45 pengaduan, 38 di antaranya adalah kasus dugaan keterlibatan aparat dalam kejahatan narkotik,” kata Putri.
Putri melanjutkan, dari 45 aduan itu baru ada tujuh pelapor yang bersedia membawanya ke dalam proses hukum. Selebihnya tidak bersedia karena berbagai alasan seperti khawatir akan keselamatan diri dan keluarga, merasa kurang cukup bukti hingga alasan takut dikriminalisasi karena laporannya.
Yulistyo Tejo, aktivis dari Persaudaraan Korban Napza Indonesia (PKNI) membenarkan adanya ketakutan dari para pelapor kasus narkotik, terutama dalam kasus-kasus yang melibatkan aparat.
Dalam kasus tersebut, kata Yulistyo, pelapor biasanya khawatir jika kasus yang diketahuinya itu menjadi bumerang untuk mereka.
“Jadi sebenarnya mereka butuh jaminan dari pemerintah,” ujar Yulistyo.
Jadilah yang pertama berkomentar di bawah ini ConversionConversion EmoticonEmoticon