Jakarta – Presiden Joko Widodo didesak segera merampungkan draf kodifikasi
Rancangan Undang-Undang Pemilu agar pembahasan dengan DPR dapat segera dimulai.
Persiapan Pemilu 2019 dikhawatirkan berjalan lambat jika pemberkasan dan
penyerahan draf kodifikasi RUU Pemilu tak segera dilakukan.
Menurut peneliti
Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Feri Amsari memprediksi
persiapan Pemilu 2019 jauh lebih rumit dibanding pemilu sebelumnya. Oleh karena
itu pembahasan bersama draf kodifikasi RUU Pemilu harus dilakukan sebelum tahun
ini berakhir.
Kerumitan
disebabkan karena pada Pmeilu 2019 nanti masyarakat akan memilih anggota DPR,
DPD, dan Presiden dalam waktu bersamaan untuk pertama kali.
“Kalau persiapan
mepet, jangan-jangan ada rencana dari DPR dan pemerintah membentuk sistem
pemilu yang buruk. Presiden mesti diingatkan, menunda pembahasan RUU Pemilu
sama saja presiden lalai menjalankan fungsi pemerintahan,” kata Feri di kawasan
Cikini, Jakarta, Jumat (19/8).
Jika mengacu pada
UU nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD, maka
tahapan Pemilu 2019 harus mulai dilakukan pada Juni 2017.
Feri pun
mengingatkan bahwa uji coba Pemilu serentak harus dilakukan penyelenggara dan
pemerintah sebelum hari pemungitan suara tiba. Menurutnya, uji coba wajib
dilakukan sebagai salah satu bentuk sosialisasi bentuk pemilu baru kepada
masyarakat.
“Pemilu presiden
dan legislatif digabung dan diselenggarakan serentak di seluruh Indonesia, ini
kan suatu hal yang masif dan perlu diujicoba serta dimatangkan. Sempit sekali
waktunya. Kalau Presiden dan DPR lalai bisa saja kita temukan hal-hal teknis
terabaikan,” katanya.
Gangguan RUU Pemilu
Dalam kesempatan
yang sama, Deputi LSM Perludem Khairunnisa Nur Agustyati menjabarkan
faktor-faktor yang berpotensi mengganggu persiapan Pemilu 2019.
Faktor pengganggu
tersebut antara lain agenda reses DPR yang masih tersisa dua periode tahun ini,
Pilkada 2017, dan akan habisnya masa jabatan Komisioner KPU April tahun depan.
Khairunnisa
mengingatkan, waktu untuk membahas draf kodifikasi RUU Pemilu tersisa sedikit
karena faktor-faktor di atas. Oleh karena itu, ia meminta Jokowi segera
menyerahkan draf kodifikasi RUU Pemilu ke DPR sebelum masa reses kembali
datang.
“Presiden Jokowi
mesti ingat, persoalan bangsa ini tidak hanya ekonomi dan pembangunan
infrastruktur saja. Belajarlah dari era pertama Presiden SBY yang terlambat
membahas dan mengesahkan UU Pemilu 2009, membuat pemilu saat itu kaya masalah,”
kata Khairunnisa.
Bulan lalu,
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo memastikan penyusunan draf kodifikasi
rancangan undang-undang pemilu telah selesai.
“Sekarang sudah
selesai draf kami. Mudah-mudahan minggu depan kami serahkan ke sekretaris
negara,” kata Tjahjo di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (19/7).
Draf yang
disusun, kata Tjahjo, telah memasukkan formula atau opsi-opsi dari hasil
konsultasi Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, Badan Pengawas Pemilu dan
Komisi Pemilihan Umum terkait syarat ambang batas pencalonan Presiden oleh
partai politik berdasarkan hasil pemilihan legislatif.
Tjahjo
mengatakan, setelah draf kodifikasi RUU Pemilu diserahkan, Sekretaris Negara
akan menjadwalkan rapat terbatas seblum dibawa ke parlemen. Namun, pembahasan
di parlemen baru akan dimulai setelah 17 Agustus atau setelah masa reses
anggota dewan.
Jadilah yang pertama berkomentar di bawah ini ConversionConversion EmoticonEmoticon