RS Harapan Bunda Jaktim Dituding Lari dari Tanggung Jawab


Jakarta – Aliansi Orang Tua Korban Vaksin Palsu hingga saat ini masih menuntut pertanggungjawaban Rumah Sakit Harapan Bunda, Jakarta Timur sebagai salah satu RS yang terindikasi menggunakan vaksin palsu.

Perwakilan aliansi tersebut, August Siregar berkata belum ada titik terang dari manajemen RS Harapan Budan. Menurutnya, pihak rumah sakit justru menyatakan tak terlibat dan enggan disamakan dengan 13 rumah sakit lain yang terindikasi menggunakan vaksin palsu.

“Ada upaya lari dari tanggung jawab oleh RS Harapan Bunda. Mereka tidak mau mengakui dan menyatakan bahwa yang terlibat adalah oknum dokter,” ujar August saat memberikan keterangan di Kantor Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Sabtu (13/8).

Meski ada kemungkinan manajemen rumah sakit tidak bersalah, menurutnya, RS Harapan Bunda mesti bertanggung jawab melakukan penanganan medis.

Minimnya kepedulian dari tim satgas vaksin palsu juga membuat orang tua korban semakin kesulitan. Dia mencontohkan, salah satunya adalah ketika orang tua korban meminta rekam medis pasien ke RS Harapan Bunda. Kala itu, kata August, pihak rumah sakit enggan memberikan dengan alasan telah disita pihak kepolisian.

Padahal dalam Undang-undang Nomor 29 Thaun 2004 pasal 52 tentang Praktik Kedokteran dan Peraturan Kementerian Kesehatan Nomor 269/Menkes/Per/III/2008 pasal 10 ayat 2 huruf c tentang Rekam Medis, menjelaskan bahwa rekam medis merupakan milik pasien dan dapat diminta oleh pasien atau kuasanya.

“jadi memang pihak Kemenkes dan BPOM juga lalai mengawasinya,” kata August.

Selain manajemen RS Harapan Bunda yang terkesan tidak bertanggung jawab, sistem pembayaran vaksin di rumah sakit tersebut juga dianggap tak jelas.

Staf divisi ekonomi, sosial, budaya dari Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) Rivanlee Anandar berkata, tidak terdapat standar baku dalam mekanisme pembayaran atas pelayanan dan pembelian vaksin di RS Harapan Bunda.

“Kami tidak tahu secara spesifik vaksin apa yang tersebar di RS Harapan Bunda. Cara pembayarannya pun beragam,” ucap Rivan.

Dia menyebutkan ada empat macam modus bukti pembayaran yang ditemukan korban dalam transaksi vaksin, yakni bukti pembayaran resmi di kasir, bukti pembayaran di ruang pemeriksaan dengan kuitansi tidak resmi, bukti pembayaran di ruang pemeriksaan dengan kop resmi RS Harapan Bunda dan ditandatangani salah satu dokter, dan tidak ada bukti pembayaran yang dimiliki korban.

Bahkan, kata Rivan, ada pula orang tua korban yang langsung membayar melalui internet banking pada suster di RS Harapan Bunda.


“Jadi memang ada kelalaian dan tidak ada keterbukaan dari pihak rumah sakit. Itu justru menunjukkan adanya ketakutan yang muncul dari mereka,” tuturnya. CNNIndonesia.com.








Previous
Next Post »

Jadilah yang pertama berkomentar di bawah ini ConversionConversion EmoticonEmoticon