Hati-Hati, Lampu Kuning Kredit Macet Perbankan


Jakarta – Tahun ini sepertinya bukan tahun keberuntungan industri perbankan. Setelah diterpa perlambatan pertumbuhan kredit, kini perbankan harus menghadapi persoalan kualitas kredit yang rendah. Sonyal kredit bermasalah atawa nonperforming loan (NPL) menyala kuat. Bahkan, beberapa pelaku usaha meramal, peningkatan NPL masih akan terjadi hingga kuartal ketiga tahun ini.

PT Bank Central Asia Tbk, misalnya, membukukan kenaikan NPL dua kali lipat, yakni dari 0,7 persen pada akhir Juni 2015 menjadi 1,4 persen pada periode yang sama tahun ini. Tidak cuma BCA, rasio NPL PT Bank Mandiri (Persero) Tbk juga meningkat dari 2,43 persen menjadi 3,86 persen. Tak ketinggalan, NPL PT Bank Danamon Indonesia Tbk dan PT Bank Permata Tbk ikut merangkak masing-masing menjadi 3,3 persen dan 4,6.

Ancaman kredit macet tersebut memaksa perbankan untuk melakukan pencadangan lebih banyak lagi. Jahja Setiaatmadja, Direktur Utama BCA bilang, perseroannya membentuk tambahan biaya cadangan Rp2,0 triliun dengan rasio cadangan terhadap total kredit bermasalah sebesar 193 persen per Juni 2016.

Vera Eve Lim, Direktur Danamon membenarkan terjadi kenaikan NPL. Secara nilai, NPL perseroan naik tipis dari Rp 3,9 triliun pada Juni 2015 menjadi Rp 4 Triliun pada Juni 2016. Menurut dia, sektor kredit perdagangan skala kecil menjadi biang keladi peningkatan NPL perseroan.


“Untuk memperbaiki NPL, perseroan akan lebih gencar dalam upaya penagihan kepada nasabah. Karenanya, kami akan tambah sumber daya untuk upaya collection,” ujarnya dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (1/8).

Sementara, di Bank Permata, kenaikan NPL didorong oleh penurunan kualitas kredit di rekening pinjaman komersial di hampir seluruh sektor industri. Namun, Roy Arfandy, Direktur Utama Bank Permata menuturkan, perseroan telah mengerek pencadangan kreditnya jauh lebih tinggi, yaitu naik 248 persen pada semester I 2016.

“Kami telah memiliki beberapa action plans (rencana aksi) terkait pemulihan NPL. Saat ini, kenaikan NPL sudah melambat. Artinya, relatif tidak ada nama baru yang menjadi NPL,” imbuh dia.

Muliaman D Hadad, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan, Juni 2016 merupakan puncak tertinggi terjadinya NPL. Yakni, sebesar 3 persen (gross) dan 1,3-1,4 persen (net). “Kemarin, saat saya cek data, sementara NPL sudah membaik lagi. Saya kira, puncaknya per Juni 2016,” terang Muliaman.


Ia menilai, kondisi kenaikan rasio kredit macet saat ini masih terkendali. Bahkan, masih jauh dari batas yang diperkenankan regulator, yakni sebesar 5 persen. Lagipula, perlambatan pertumbuhan kredit masih terjadi. Itu berarti, faktor pembaginya menjadi lebih kecil.










Previous
Next Post »

Jadilah yang pertama berkomentar di bawah ini ConversionConversion EmoticonEmoticon